Sejarah Desa Bebetin

20 Juli 2018 09:57:48 WITA

Prasasti Bebetin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
 
 
Jump to navigationJump to search

Prasasti Bebetin (atau Bebetin AI) bertarikh 818 çaka (896 M), adalah sebuah prasasti yang ditemukan di desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali. Prasasti ini berbahasa Bali Kuno. Prasasti ini berisi keterangan tentang suatu desa (banwa) bharu, atau secara lengkapnya kuta di banwa bharu, yang bermakna desa bharu yang berbenteng. Prasasti Bebetin AI ini tidak menyebutkan nama raja yang mengeluarkan prasasti, namun menyebutkan nama kraton, yang dinamakan panglapukan di Singamandawa.

Dalam prasasti diceritakan tentang desa itu yang diserang atau dirusak oleh perampok. Banyak penduduk mati terbunuh atau terluka, serta banyak pula yang mengungsi ke desa-desa tetangga. Setelah keadaan aman, penduduk lalu kembali ke desa bharu. Kemudian raja menyuruh pejabat nayakan pradhana, yaitu kumpi ugra dan bhiksu Widya Ruwana untuk memimpin pembangunan kuil Hyang Api, dengan tujuan untuk melengkapi desa tersebut dalam bidang spiritual, pada batas-batas wilayah yang telah ditentukan. Desa bharu diperkirakan terletak di pesisir pantai utara Pulau Bali, dan merupakan salah satu pelabuhan yang ada pada waktu itu. Perkiraan ini bardasarkan disebutkannya dalam prasasti itu ketentuan-ketentuan yang mengatur saudagar-saudagar dari luar Bali yang berdagang di sana, serta apa yang harus dilakukan bila perahu-perahu mereka mengalami kerusakan.

Prasasti ini memuat pula aturan-aturan pembagian harta warisan dan ketetapan mengenai tugas atau kewajiban serta hak-hak penduduk yang berdiam di sana.

Hal lainnya yang disebutkan ialah tentang perangkat yang berhubungan musik, yaitu pada lembar 2 b, no 5, yang tertulis pamukul (penabuh gamelan), pagending (pesinden), pabunying (penabuh angklung), papadaha (penabuh kendang), parbhangsi (peniup suling besar), partapukan (perkumpulan topeng), dan parbwayang (dalang).

Sebagian teks prasasti Bebetin AI, sebagaimana terbaca pada lembaran Iib.3-4 bertuliskan sebagai berikut:

… anada tua banyaga turun ditu, paniken (baca : paneken) di hyangapi, parunggahna, ana mati ya tua banyaga, perduan drbyana prakara, ana cakcak lancangna kajadyan papagerrangen kuta … (Goris, 1954a : 55).
…Jika ada saudagar berlabuh (turun) di sana, barang-barang persembahannya supaya dihaturkan kepada kuil Hyang Api, (jika) ada mati (di antara) saudagar itu, segala harta miliknya agar dibagi dua, (jika) perahunya rusak, supaya dijadikan pagar untuk memperkuat benteng, …

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Bebetin

Sejarah Desa Bebetin


        Dalam penyusunan sejarah Desa Bebetin. Penyusun mempergunakan beberapa cara, terutama pengumpulan dokumen dan mengadakan wawancara dengan para tetua yang diperkirakan dapat memberikan penjelasan tentang lahirnya Desa Bebetin.

 

Disamping itu penyusun sejarah ini kami dasrkan pada prasasti Desa Bebetin yang telah diterjemahkan oleh Almarhum I Ketut Ginarsa, 1966 ( Karyawan Gedong Kertya Singaraja ). Turunan Rontal druwen Jero Pasek Menyali, yang diketik tanggal 3 Maret 1988 oleh I Made Pardika dengan judul “ Gegaduhan Prabu Sakti “ serta sebuah buku yang berjudul Katuturan Jero Pasek Bulian yang disusun oleh I Gusti Bagus Sudiasta, 1977

 

 

Pada awalnya disebut-sebut Banua Baru pada tahun 896 masehi dengan wilayah yang batasnya :

Sebelah Utara       : Tasik (  Laut )

Sebelah Timur      : Menanga

Sebelah Selatan    : Bukit Mengandang

Sebelah Barat       : Tukad ( Sungai Batang )

 

 

Pada tahun 989 Masehi , keadaan Banua Baru mengalami bencana, yaitu mendapat serangan dari bajak-bajak laut yang datang dari arah utara ( Laut Bali). Penduduk menjadi korban serta harta-benda milik penduduk ikut dirampas. Pada tahun 1050 Masehi. Banua Baru belum bisa berbenah diri, yaitu pada masa pemerintahan Raja Anak Wungcu. Karena musibah yang menimpa Banua Baru tersebut, maka oleh raja, penduduk  Banua Baru diberikan keringanan berupa bebas pajak. Masalah kerusuhan-kerusuhan yang datangnya dari laut (bajak laut) rupa-rupanya banyak merusak desa kuno di Bali Utara, seperti Desa Julah , Les , Bulian , dan lain-lain.

 

Pada tahun 1260 Masehi, nama Banua Baru tidak disebut lagi, yang disebut adalah Desa Depeha , Menyali , Bulian, Bayad , Bebetin. Bila disimak akibat serangan bajak laut terhadap Banua Baru, selama 61 tahun     ( 898-1050) masih tetap dalam keadaan rusak, maka wajarlah Banua Baru punah dan berubah menjadi semak belukar ( Betbetan = bahasa Bali). Kata bet seperti membaca kata betul

Suatu wilayah yang sudah tercantum dalam prasasti tidaklah dilupakan begitu saja , bahkan terus ditumbuh kembangkan oleh generasi berikutnya. Hal ini terbukti dari dikirimnya cucu Kyai Agung Pasek Gelgel ke wilayah sebelah Barat Pakwan ( Pakisan ) untuk memimpin palemahan     ( wilayah ) baru. Pemimpin wilayah pada saat itu disebut Pasek (1314 Masehi ). Pembukaan hutan dimulai dengan merambas dan membongkar akar-akar pohon ( ngelasak ) untuk dijadikan bidang datar , tegalan , atau sawah. Seseorang yang berkharisma dalam mengintruksikan sesuatu kepada bawahannya, sering menjadi kenangan yang abadi. Seorang pemimpin ikut turun-tangan dan langsung menyatu dengan bawahannya dan memberi komando agar akar-akar pohon itu dibongkar ( bahasa Bali = bet ). Kata betdilafalkan seperti halnya melafalkan kata besok. Kata bet diulang dan mendapat sufik inmenjadi Bet + bet + in            Betbetin           Bebetin

 

Yang dikirim dari Klungkung ke wilayah ini adalah cucu dari Kiyai Agung Pasek Gelgel. Beliau diberikan tugas memimpin wilayah yang baru direnovasi ini. Sebagai pemimpin di wilayah ini, beliau digelari Pasek Bebetin. Karena nama seorang pemimpin di suatu wilayah ( desa ) pada masa itu adalah Pasek atau Bendesa yang statusnya sama dengan Kades       ( Kepala Desa ) di zaman pemerintahan sekarang. Gelar seorang pasek biasanya disesuaikan dengan nama wilayah yang dipimpinnya. Dengan demikian yang bertugas memimpin Desa Depeha disebut Pasek Depeha; yang memimpin Desa Bulian disebut Pasek Bulian, yang memimpin Desa Sangsit disebut Bendesa Sangsit.

Untuk melengkapi penjelasan asal Desa Bebetin yang konon dahulu sebagai semak belukar dan sekaligus untuk mengacu kearah itu antara lain :

1)   Nama seperti Banjar Dangin Bingin : Banjar Munduk Pule; Banjar Bengkel; Banjar Kresek; Banjar Pakuaji; Banjar Kusa ( Kusia ); Banjar Abian Sandat; Banjar Rijasa. Semua nama banjar ini mengacu pada nama kayu yang merupakan gerombolan ( rumpun ) hutan semak belukar yang tumbuh pada saat itu di wilayah ini. Walaupun hanya tinggal nama.

2)   Nawa Gunung Bongga: daerah hutan buah-buahan, tetapi penduduknya jarang.

3)   Sari Wukir : hasil daerah pegunungan

 

Dari tahun 1343 – tahun 1605, sejarah Desa Bebetin masih gelap, karena belum ada sumber tertulis yang menjelaskan tentang Bebetin. Kemudian semenjak kekuasaan I Gusti Ngurah Panji Sakti di Kerajaan Buleleng atau pada masa pemerintahan Dalem Di Made di Klungkung ( 1605-1686), nama Bebetin disebut-sebut kembali dengan pemimpinnya pada saat itu dipegang oleh seorang Pasek Bebetin.

Pada tahun 1815 suasana di Bebetin masih tetap di bawah pemerintahan Raja Buleleng, yaitu keturunan I Gusti Ngurah Panji Sakti, dengan pusat pemerintahan di ibukota Kabupaten Buleleng sekarang

Pada tahun 1815 disebut-sebutlah para tertua di Desa Bebetin, yaitu Jero Gede Pasek, Jero Gede Bendesa , Jero Pasek Gede Dana dari Kawanan, I Made Dwaja dari Kawanan, Kumpi Gumiana dari Pulasari, leluhurnya Buyut Sringanti dari warga Dalem Sukawati dan lain-lain. Beliau-beliau itulah yang diceritakan melanjutkan pembangunan di Desa Bebetin. Bebetin pun semakin marak berkembang dibarengi dengan datangnya warga-warga dari Bali Selatan maupun dari Bali Utara. Warga-warga ini menetap di Desa Bebetin dan menjadi kerama Desa bebetin. Disamping menjadi krama , tiap-tiap warga yang datang ke desa ini langsung membangun pura keluarga yang disebut panti, paibon, dadiya dan lain-lain. Sampai saat ini pura-pura keluarga di Desa Bebetin berjumlah 40 buah pura dengan anggota ( pengempon ) 3-250 KK. Sedangkan untuk Desa Adat Bebetin ditandai dengan adanya konsep Tri Hita Karana, yaitu Kahyangan Tiga (Pura Bukit, Pura Bale Agung, Pura Dalem, dan pura wewiden lainnya); Palemahan; dan Pawongan.

Palemahan Desa Bebetin sekarang meliputi luas 641.700 Ha yang terdiri dari 6 dusun, yaitu :

1)        Dusun Pendem

2)        Dusun Kusia

3)        Dusun Desa

4)        Dusun Bengkel

5)        Dusun Tabang

6)        Dusun Manuksesa

 

Dengan demikian, munculnya nama Bebetin sudah disebut-sebut sejak tahun 1260. Sebelum tahun 1260 nama Bebetin tidaklah pernah disebut, tetapi justru nama Banua Baru yang mengalami kerusakan dari tahun 989-1050, lalu dikatakan tipe desa yang punah, berubah wajah menjadi semak belukar (Betbetan). Setelah ditata kembali menjadi Betbetin          Bebetin

 Lebih lanjut , menurut cerita orang-orang tua di Desa Bebetin (Nyoman Seputra Almarhum) , di wilayah inilah tempat membuat panggul (alat pemukul) gamelan yang akan dibawa ke Batur. Alat yang digunakan untuk menghaluskan panggul itu disebut pemebetan. Sedangkan bahan panggul itu sendiri dibuat dari  jenis-jenis kayu pullet. Bahan itu mudah diperoleh di sekitar Desa Bebetin sekarang karena semak belukar atau hutannya tergolong lestari.

Dilihat dari ciri-ciri desa pakeraman serta bangunan suci yang ada, bahwa Desa Bebetin termasuk desa tua, karena masih ada ditemukan ciri-ciri pengaruh Mpu Kuturan, yaitu:

1)        Pada Pura Dalem Gede Desa Bebetin tidak ditemukan Padmasana. Demikian juga bangunan pura yang paling depan Paduraksa, sedangkan di halaman tengah ( jaba tengah ) baru ada Candi Bentar. Struktur pura seperti ini tidak seperti struktur pura yang dibangun setelah abad X

2)        Di dalam pakeraman desa adat semacam republik desa, dikendalikan oleh para Hulu Desayang terdiri dari Jero Pasek , Kubayan , Penyarikan , Bau , dan Jero Mangku yang kesemuanya itu dikenal dengan nama Desa Empat Likur ( Desa 24 ).

 

Pada tanggal 9 April 1946, di zaman revolusi fisik Bebetin kembali terukir dalam hiasan sejarah. Desa Bebetin menjadi lautan api, karena diserang oleh Nica Belanda. Kemudian Ketua Markas Suka ( I Gede Kojan ) bersama  pemuda pejuang lainnya pindah keDusun Bingin Galungan. Korban pertempuran tak dapat dihindarkan. Pejuang yang gugur adalah I Made Wetan , Bapa Suweca , Bapa Tabanan, Nyoman Sedana, Cening Juita danIda Bagus Toya. Hingga sekarang Bebetin dikenal sebagai “ Desa Berjuang”

Sumber : http://agungmahendra1.blogspot.com/2012/11/sejarah-desa-bebetin.html

 

Diposting oleh HENDRA

Komentar atas Sejarah Desa Bebetin

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
 

Layanan Mandiri


Silakan datang / hubungi perangkat Desa untuk mendapatkan kode PIN Anda.

Masukkan NIK dan PIN!

Media Sosial

FacebookTwitterYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Jumlah Pengunjung

Kalender Bali

Jam

Lokasi Bebetin

tampilkan dalam peta lebih besar